All language subtitles for EP18_ Love Me, Love My Voice [WeTV Subindo]

♪Hei, apakah alasannya?♪

♪Jantung berdebar tanpa henti♪

♪Bahkan dunia jadi sangat sunyi♪

♪Hei, kau yang pernah kubayangkan♪

♪Ekspresimu yang seperti apa♪

♪Yang membuatku terpesona♪

♪Perlahan-lahan kita saling jatuh cinta♪

♪Perlahan-lahan
aku tidak dapat meninggalkanmu♪

♪Perlahan-lahan kita bersama♪

♪Aku mencintaimu♪

♪Perlahan-lahan kita saling jatuh cinta♪

♪Perlahan-lahan
aku tidak dapat meninggalkanmu♪

♪Perlahan-lahan kita bersama♪

♪Aku mencintaimu♪

♪Perlahan-lahan kita saling jatuh cinta♪

♪Perlahan-lahan
aku tidak dapat meninggalkanmu♪

♪Perlahan-lahan kita bersama♪

♪Aku mencintaimu♪

♪Perlahan-lahan kita saling jatuh cinta♪

♪Perlahan-lahan
aku tidak dapat meninggalkanmu♪

♪Perlahan-lahan kita bersama♪

♪Aku mencintaimu♪

=Merindukanmu=

=Merindukanmu=
=Episode 18=

(Tiba-tiba ingin menikah.)

Aku pikir respons penonton begitu bagus,
pertunjukan juga berhasil.

Ingin Bos Qiang lakukan yang ekstrem,
malah hanya dipeluk, mengecewakan.

Betul. Apa kau tidak merasa bersalah
pada siaran langsung 24 jam aku?

Padahal aku pemain peran, tetapi
suaraku lebih parau dibanding kalian.

Bos Qiang pandai bicara tetapi pemalu.
Apa kau baru kenal dia?

Jangan panik, nanti Pak Qiang akan
tunjukkan yang lebih ekstrem.

- Sungguh?
- Yang benar? Betul.

Betul.

- Betul, 'kan? Sheng.
- Sheng pemalu, bantulah dia.

Hentikan. Sheng itu gadis. Kelak kalian
jangan begitu lagi. Sudah dengar?

Betul, bicaramu santai sedikit.
Penggemarnya tidak ada yang serius.

- Kenapa kau selalu tidak pengertian?
- Betul.

Sheng itu anggota kita, divisi penyanyi.
Kenapa kau begitu?

- Yang dimaksud adalah kau.
- Sungguh kecewa padamu.

Malam ini kau sudah berani, ya?
Masih berani bilang Sheng orangmu.

Tenggorokanmu sudah pulih?

- Belum, aku minum air.
- Minum yang banyak.

- Tenang saja.
- Terima kasih.

Hal kecil.

- Apa kau pernah lihat drama isi suara?
- Belum, ini pertama kali menonton.

- Bagaimana menurutmu?
- Cukup menggugah, aku masih tersentuh.

Masih lumayan, 'kan?
Belum sepenuhnya diekspresikan.

Mereka memang suka bercanda.
Cara terbaik adalah jangan peduli.

Kalau aku bicara, mereka tidak akan
berhenti untuk selamanya.

Lelah, tidak?

Menyanyi tidak melelahkan.
Perasaan tegang yang melelahkan.

- Sungguh marah? Ada apa?
- Mudah marah, 'kan?

Perkiraan awal tiga juta orang,
malam ini langsung tembus 20 juta.

- Studio Sempurna hebat sekali.
- Masih belum tidur? Waktunya tidur.

Bukankah harus tulis laporan kesimpulan?
Aku sangat senang, tidak bisa tidur.

Setelah selesai menulis, kita bisa
main dengan tenang.

Juga sudah mau pulang.

Sedang memikirkan apa?

Aku mengantuk, bangun terlalu pagi.

Aku sudah terbiasa. Saat sif pagi
aku bangun pukul 05:00 atau pukul 06:00.

Pak Pemandu, hari terakhir kita ke mana?
Kenapa tidak diperkenalkan?

Aku perkenalkan.

Hari ini pergi ke teras sawah Longji,
tempat terakhir perjalanan kali ini.

Kau kenapa? Tidak bersemangat begitu?
Agak sedikit sedih.

- Mau obat tetes mata untuk menangis?
- Kemarin kurang istirahat, jadi lemas.

Respons drama kali ini begitu bagus.
Lain kali bisa lebih mudah dapat sponsor.

Zhu, bagaimana kalau mulai besok kau
rencanakan drama isi suara selanjutnya?

- Sudah sepakat?
- Sudah sepakat, aku setuju.

Dia paling sulit diundang. Dia setuju,
berarti Studio Sempurna sudah setuju.

- Betul.
- Betul.

Aku juga ikut.

Beres.

- Ekspresinya sudah kembali.
- Dia senang.

Pak Pemandu, kau yang paling hebat.
Hari ini hari terakhir, pergi ke mana?

- Kau harus perkenalkan dulu pada kami.
- Perkenalkan dulu.

- Berdirilah, kau paling profesional.
- Ayo.

Wisatawan sekalian, tujuan terakhir kita
adalah teras sawah Longji.

- Baik.
- Pemandangan di sana indah, udara segar.

Penuh hamparan rumput hijau, indah sekali.
Sungguh, kalian harus lihat.

Aku sarankan kalau kalian punya
uang lebih, beli rumah di sana.

Hentikan. Kau bukan ingin kami menikmati
teras sawah Longji, 'kan?

- Kau jelas-jelas ingin kami beli tanah.
- Betul.

- Kalau begitu, juga harus beli.
- Beli.

- Pak Zhu sudah bilang.
- Pak Zhu, kau langsung beli satu.

- Lalu ajak kami ke sana, beres.
- Uang dari mana beli sebesar itu?

- Ada apa ini? Juga harus dibeli.
- Apa ini maksudnya?

Langsung beli satu rumah.

♪Mimpi berjaga di tempat awal pertemuan♪

♪Persentuhan ujung jari♪

♪Menuju ke dunia di dalam matamu♪

♪Kekompakan adalah persimpangan
penglihatan♪

Cepat, ayo jalan.

Indah, 'kan?

♪Ingin bersama♪

- Sudut ini paling bagus.
- Bagaimana? Indah, 'kan?

- Udaranya sangat segar.
- Ada gema.

- Kalau tidak banyak kabut, pasti indah.
- Kau lihat sebelah sana.

♪Menatap kembang api
yang berkejaran di masa itu♪

♪Jatuh di tengah musim panas♪

♪Di setiap getaran hati♪

♪Mekarlah♪

- Ayo kita foto.
- Sheng, Kak Doudou,

aku lihat mereka foto pakai baju adat.
Cantik sekali. Ayo kita sewa.

- Baik. Di mana?
- Saat baru datang, aku sudah lihat,

baju suku Hmong dan Zhuang bisa
kita pilih. Pasti bagus difoto. Ayo.

- Baik.
- Kau tunggu sebentar.

Ayo, Sheng.

- Angkat lebih tinggi agar aku tampan.
- Sudah mau pulang, bagaimana perasaanmu?

Perasaan?

- Termasuk tiba-tiba ingin menikah?
- Cepat sekali, tidak takut dia terkejut?

- Bagaimana? Bagus, 'kan?
- Kak Doudou, sampai tidak bisa dikenali.

- Mari, ini.
- Aku bantu kalian foto.

Apakah bagus?

Bagus.

- Sheng, mereka menikah pakai apa?
- Aku tidak tanya. Kau mau sewa?

Aku sendirian. Aku bertanya
untuk mewakili seseorang.

- Ayo, aku ajak kau foto di sana.
- Baik.

- Sudah pergi.
- Dia canggung. Dia malu.

- Biarkan saja, kita lanjut. Ayo foto.
- Mari.

Kau kemari. Foto bersama.

- Ini, kau pegang.
- Aku pegang, kita berempat.

- Mari.
- Mari.

- Mari, berikan ponsel padaku.
- Baik.

Apa sudah siap? Satu, dua, tiga.

Satu, dua, tiga.

Satu, dua, tiga.

- Kau lihat apa?
- Lihat jalan. Tangga ini tidak rata.

Pelan sedikit. Kau jalan di belakangku.

- Kenapa harus di belakang?
- Tangganya terlalu sempit.

Kalau kau terpeleset, ada aku.
Jadi kau tidak akan jatuh ke bawah.

Sama sekali tidak terlihat ujungnya.
Tidak tahu harus jalan sampai kapan.

Pelan-pelan saja.

Kita juga tidak buru-buru.

Biasanya kerja terlalu sibuk,
seperti sedang perang saja.

Jarang-jarang bisa jalan
pelan-pelan seperti ini.

Kau pelan-pelan. Di sini licin.

Kalau aku pacarmu, pasti kesal
setengah mati karena kau lambat sekali.

Utamakan keselamatan. Kalau kau jatuh,
pasti sepatu dan celanamu basah.

- Harus ganti rugi pakaian sewa ini.
- Baik, semua kata Pak Feng benar.

- Apa kita bisa sampai sebelum gelap?
- Dasar. Ini demi kebaikanmu.

- Lebih tua tetapi lebih ceroboh dariku.
- Apa perlu menekankan kau lebih muda?

Perlu. Kalau kau mau memakiku dan ingat
aku lebih muda, kau akan merasa simpati.

Kapan aku pernah memakimu?
Jelaskan, kapan aku pernah memakimu?

- Ayo, kita menghalangi orang.
- Aku...

- Pelan sedikit, aku menginjak rok.
- Bukankah kau bilang aku lambat?

Pelan sedikit.

- Indah sekali.
- Aku di depan. Kau jalan pelan-pelan.

- Kenapa kalian gonta-ganti? Lebih seru?
- Tidak paham, 'kan? Dia jaga pacarnya.

Walau kau berlatih 100 tahun juga tidak
bisa punya kepedulian seperti Pak Qiang.

Aku tanya kau satu kalimat
bisa dikritik 100 kalimat olehmu.

Karena aku marah. Jika bukan karena kau,
aku sudah lebih dulu sampai.

Sia-sia aku melindungimu sepanjang jalan.
Tanganku ini terus diulurkan sampai kaku.

Kenapa? Mau aku pijat?
Pak Feng, kau sudah bekerja keras.

Pelan sedikit. Hati-hati
jangan sampai jatuh.

Di bawah itu isinya kayu bakar.

Sudah lihat, belum? Di bawah desa
yang kita lewati semuanya gudang kayu.

Di sini agak lembap secara keseluruhan.
Lantai satu tidak layak huni.

Kenapa kalian lambat sekali?
Mau pesan minuman?

- Mau minum?
- Tidak, terima kasih.

- Istirahatlah sejenak.
- Baik.

Sudah mau pulang, sungguh tidak rela.

Tidak rela apa?

Ikan bir, ikan bintik, atau teh mentega?

Semuanya tidak rela.

Juga Sepuluh Ribu Gunung Hijau di sini.

Menurutmu, bagaimana cara menghitung
Sepuluh Ribu Gunung Hijau?

Tidak putus-putusnya.

Tidak hanya Sepuluh Ribu Gunung Hijau.

- Kau sudah mencari tahu.
- Ada di buku yang direkam sebelumnya.

Konon ada seorang jenderal revolusioner
pada era panglima yang berasal dari Guilin.

Dia berperang di segala penjuru,
menjatuhkan panglima dan tentara Jepang.

Namun, pada akhirnya
tidak bisa kembali ke sini.

Di sini adalah kampung halaman ibunya.

Tempatnya tumbuh besar. Dia sering
mengungkit Sepuluh Ribu Gunung Hijau,

juga Sungai Li.

Orang di zaman itu

sungguh mengagumkan.

Kau menceritakannya sampai membuatku
ingin menulis sebuah lagu.

Sekarang makin sibuk kerja. Banyak
rekaman yang tidak sempat dikerjakan.

Buku bersuara masih tetap dilakukan,
bisa memaksa diri sendiri membaca buku.

Lagi pula, saat kecil aku suka sendirian,
mendengar buku bersuara.

Kemudian saat mulai rekaman,
aku merasa membaca buku bersuara

mirip menemani orang yang sesungguhnya.

Tiba-tiba merasa bajumu ini
memang bagus.

Saat menunggu orang pulang di rumah,
asalkan dengar suara baju ini di luar

akan tahu keluarganya kembali,
sudah harus bersiap memasak.

Bagaimana jika ada sekumpulan gadis
yang lewat di depan rumah?

Kalau begitu,

aku gantung beberapa lonceng lagi
di kalungmu.

Berbeda dengan orang lain.

Kemampuan bicara Qiang Qingci memang
digunakan untuk membujuk Shengshengman.

- Bukankah ini sudah seharusnya?
- Kalian selalu mengeluh. Tidak lelah?

Studio Sempurna selalu bersatu
untuk menyerang Qiang Qingci.

- Kalau kita dibandingkan, beda jauh.
- Aku...

Mu tukang debat profesional.
Lihatlah aku, tidak pernah singgung dia.

Waktu satu sore tidak cukup, hanya bisa
ke tempat ini. Lain kali kalau sempat...

- Sudah kembali.
- Mereka sudah kembali.

- Mereka sudah kembali.
- Setelah ganti baju, jadi tidak kenal.

- Sudah hari terakhir.
- Apa kau lapar?

- Pemandangan indah jadi tidak rela pergi.
- Ya, memang.

Kalau bilang tidak rela,
aku yang paling tidak rela.

Jarang bisa ada acara seperti ini,
bisa menyatukan kalian semua.

Kita naik pesawat paling pagi besok.
Sekarang sudah pukul 13:00.

Meskipun pemandangan indah tapi juga
tidak perlu begitu cepat berpisah, 'kan?

- Isi suara tidak buru-buru memupuk emosi.
- Dia sangat berperasaan, harus maklum.

- Pasang musiknya.
- Masukkan perasaan.

- Kau lihat.
- Kalian tidak akan mengerti kelembutanku.

Baik, aku tahan saja. Naik mobil.
Cepat naik.

Kenapa diam dan tidak mau pergi?
Tidak senang?

Di gunung ini, semuanya mobil sewa.
Kalau tidak pergi, tidak ada mobil lagi.

Memang berperasaan. Sekarang sudah
pukul 13:00, tetapi kita belum makan.

Jika tunggu dua jam lagi baru makan
tidak ada yang berani cari kau lagi.

Sudah aku atur. Kalian buat aku kesal
sampai aku lupa. Ayo, kita makan.

- Ayo.
- Terima kasih, Pak Zhu.

- Ayo. Ke sebelah sini.
- Ayo.

Pak Zhu, sungguh perhatian.

(Hidangan ala Desa Zhuang)
Lapar sekali.

Panas sekali.

- Ambil dua botol air lama sekali.
- Tidak bisa, haus sekali.

Bukan air minum, itu buat bilas alat makan.
Sudah datang berhari-hari masih tidak tahu.

- Masih tidak tahu, kampungan.
- Aku memang mau bilas alat makan.

- Cepat bilas.
- Dasar bodoh.

- Di sini ada apa yang khas?
- Kalian saja. Pelayan, minta buku menu.

Berhari-hari di sini, semuanya sudah kita
makan. Nasi bambu di desa ini paling asli.

Hari ini khusus ajak kalian makan di sini.

(Nasi bambu)
Nasi bambu.

Nasinya dibakar. Keharuman bambu
dipadukan dengan nasi, ada ketan juga.

Semua ada, rebung asam, sapi cincang,
tahu dadih Longtan, daging asap, lihat saja.

- Semuanya ada.
- Semuanya pesan.

- Menurutku ini enak sekali.
- Lihat ini, aku jadi mau pesan semuanya.

Mari, arak osmanthus.

- Bagus, harus sambil minum arak.
- Dipadukan nasi bambu lalu...

- Rebung cah telur.
- Pak Qiang, kau sungguh paham.

Tahu, tidak? Rebung ini sangat segar,
digali saat hujan baru berhenti.

Rebung segar ini hanya ada di sini.
Begitu masuk mulut renyah, manis, segar.

Saat digoreng dengan telur,
sangat lembut, lebih lembut dari telur.

Zhu, kau buka siaran langsung
mukbang saja.

Mereka sebaiknya jadi rekan.
Satu bloger masak, satu bloger mukbang.

Aku tidak sempat. Bisnisku terlalu besar.
Biasanya sekretarisku yang melakukan ini.

Jika bukan karena kita bersahabat,
kau tidak akan bisa menemukanku.

- Sudah hebat.
- Sok hebat.

- Kau tegakkan punggungmu.
- Tegak.

- Lebih tegak lagi.
- Lebih tegak.

Dia yang bersikeras beri aku bunga
waktu dengar aku siaran langsung itu.

- Dia malu.
- Membongkar rahasia orang.

- Filtermu waktu itu terlalu tebal.
- Dasar.

Dia berkeringat, coba lihat.

Menurutku begini. Nasi bambu
masing-masing dua porsi.

- Lalu kita makan bersama, oke?
- Baik.

- Tunggu aku sebentar. Tidak perlu.
- Terima kasih.

Kau minum cepat sekali.

Kalian selalu mengejeknya.
Apa dia benar-benar sponsor terbesar?

Bisnisnya cukup besar.

Kami langsung makan saat pertama bertemu.
Dia bilang dia punya saham di restoran.

Kami kira dia bercanda. Alhasil saat bosnya
masuk dan menyapa, kami terpana.

Apalagi waktu itu dia sangat pemalu,
sama sekali tidak terlihat.

- Ya, betul. Tidak seperti sekarang.
- Bagaimana aku sekarang?

Mengagetkanku. Baru dibicarakan
sudah datang.

- Lama sekali baru ada dua lauk.
- Apa aku bisa tidak malu? Bos semua.

Tetapi kalian harus tahu.
Ini yang menarik dari dunia maya.

Tidak peduli bagaimana kalian biasanya,
seberapa kaya, tampangnya bagaimana,

jika ingin orang lain kenal dan hormat,
kau harus punya kemampuan, ya 'kan?

- Betul.
- Memang Pak Zhu pandai bicara.

- Aku pergi lihat.
- Cepat sedikit.

Cicipi.

- Kenapa diputar?
- Dia bilang ini enak.

- Mari, nasi bambu.
- Ini yang penting.

- Ini enak. Mari.
- Panas.

- Ambil piringnya.
- Berikan sayur padaku. Sajikan.

- Mau makan apa, putar saja.
- Baik.

- Kita berdua sama.
- Punyaku daging giling. Sama.

Kucicipi punyaku.

Enak sekali. Punyaku ketan.

- Kau cicipi ini, yang ini nasi.
- Baik.

Nasi.

Ini juga enak.

- Kau cicipi ini.
- Baik.

Segar, lembut, dan manis.

Setelah pulang aku mau baca buku masakan
untuk menambah kosakata.

Kalau tidak, setiap mau beri tahu kau
rasa enak, hanya ada enak dan segar.

Boleh juga.

Apa yang kau tertawakan?

Zhu, dulu bukankah kau cukup pemalu,
kenapa sekarang jadi begini?

- Aku kenapa?
- Tunjukkan sikap pemalu kepada semua.

- Ayo tunjukkan.
- Tidak bisa malu lagi, sudah tua.

Mari, Pak Zhu, aku bersulang padamu.

Terima kasih untuk kali ini.
Kau sudah bersusah payah.

- Bos Qiang bersulang untukku, hidupku tidak sia-sia.
- Kau sudah bersusah payah.

Dihabiskan.

- Kuat minum, ya.
- Kuat minum.

Segelas lagi.

Kemarin adalah pertunjukan publik kita.
Hari ini semuanya orang kita sendiri.

- Selamat sepuluh tahun untuk kita.
- Mari.

- Selamat sepuluh tahun.
- Mari, bersulang.

Lagi-lagi makan kekenyangan.
Aku suruh kau makan pelan-pelan.

Sudah malam terakhir,
aku pesankan kamar vila untukmu.

Pemandangan indah, Kota Yangshuo. Vila
tepi Sungai Li, di bawah Gunung Hijau.

- Kata-katamu kampungan sekali, Zhu.
- Tidak kampungan.

Sheng, aku katakan satu hal padamu.

Zhu tahu kita akan pulang besok,
jadi pesan satu kamar vila untuk kita.

Dipesan untukmu.

Terima kasih, Pak Zhu.

Jangan sungkan, sudah seharusnya.
Kau sendiri yang tidak mau.

- Hari terakhir, harus bersenang-senang.
- Terima kasih, Pak Zhu.

- Satu kamar cukup, tidak?
- Tidak cukup.

- Satu orang satu kamar.
- Dua kamar lagi.

- Bos, sudut ini cukup tenang.
- Belok di sini.

- Ayo, bagaimana?
- Keren sekali.

Kalian lihat.

- Kamar pemandangan sungai.
- Juga ada halaman.

- Ini bagus sekali.
- Ayo lihat.

- Kau lihat sebelah sana.
- Suasana hati jadi baik.

- Malam hari kita bisa bakar sate.
- Rasanya bisa berenang di sini.

- Alat minum teh juga bagus.
- Ini sangat bagus.

- Ayo main mahyong.
- Baik, aku pergi ambil mahyong.

- Semuanya, ada yang mau main mahyong?
- Aku.

- Sheng, aku pergi ke sana dulu.
- Pergilah.

- Ketemu di mana?
- Mahyong.

- Nanti kita keluar jalan-jalan.
- Pergi ke mana?

- Jalan Barat. Pergi berkemas dulu.
- Baik.

Ayo.

Tersenyum, ekspresi senang.

- Tampan.
- Foto matahari terbenam itu juga.

Pasti. Lihat dulu.

Sungguh tidak rela pulang
meninggalkan pemandangan indah ini.

- Kita buka hotel kecil di sini, aku bayar.
- Tidak, aku mau mengembangkan karier.

Foto tidak aku berikan padamu, ya.

- Kalian berdua mau ke mana, aku ikut.
- Buat apa kau ikut? Kau mau buka jalan?

Kalau hujan, aku juga bisa bantu mereka
bawa payung.

- Pergi ke mana?
- Kami mau ke Jalan Barat. Ikut saja.

Baik. Ayo.

- Kalian mau pergi ke mana?
- Cepat sedikit.

Coba lihat.

Tangkap ia.

- Babi kecil.
- Imut sekali.

- Jangan lari.
- Kau cepat bantu.

- Ayo.
- Fei Shao, kejar. Jangan diam saja.

- Bodoh.
- Bagaimana kalau kita bantu mereka?

- Ayo kejar. Kenapa larinya cepat?
- Cepat. Kau ke belakang.

- Kenapa kau bodoh sekali? Sama-sama.
- Kau halangi saja.

- Aku kiri, kau kanan.
- Baik. Ayo.

Kau hebat sekali.
Sepertinya ia menyukaimu.

- Terima kasih. Sudah merepotkan.
- Sama-sama.

Yang benar saja? Kau yang disukai
semua manusia sampai disukai hewan juga?

Kau tidak bisa iri pada karakternya.

Aku pindah saja, tidak sanggup di divisi
suara lagi, dia memarahiku terus.

- Pindah saja.
- Makin banyak orang yang memarahimu.

Memikirkan Zhou Zheng dan Feng Yasong saja
kepalaku sudah sakit.

- Panas sekali.
- Tentu saja. Cukup banyak toko teh susu.

Di sana ada toko permen renyah
buatan tangan.

(Permen Buatan Tangan Desa Zhuang)

Ayo beli. Ada rekan studio yang tidak ikut
karena ada urusan keluarga,

- Belikan oleh-oleh untuk mereka.
- Baik. Aku juga beli untuk keluargaku.

- Gadis asrama kami suka dengar dramamu.
- Apa boleh coba?

- Silakan.
- Oh, ya?

Bagus sekali.

- Mari, cicipi dulu.
- Baik.

Enak?

Enak, enak sekali.

- Berapa harga kue osmanthus?
- Sekotak 28 yuan. Ada 20 buah per kotak.

- Aku mau sepuluh kotak.
- Baik.

- Kalian juga bawa buat keluarga kalian.
- Kenapa? Royal sekali?

Berkat kalian, Sheng berhasil menyelesaikan
pertunjukan offline yang pertama.

Juga bersama-sama memecahkan rekor
siaran langsung sampai jutaan.

Berdasarkan kata-katamu, kami seharusnya
belikan sesuatu untuk Shengshengman.

- Dia sudah bantu aku menyanyi harmoni.
- Bantuan di saat darurat, cukup setia kawan.

Mau berterima kasih, masih ada kesempatan.
Kali ini, aku dulu.

- Jangan sungkan lagi.
- Baik, tidak sungkan.

Ayo, kita lihat ke sana.

- Apa itu enak?
- Cukup enak.

- Rasa apa ini?
- Rasa mawar.

- Cicipi dulu.
- Ini enak.

- Aku mau sepuluh bungkus, yang ini.
- Baik.

Cicipi ini.

Produk khas di sini sudah ada
sejak Dinasti Qing.

- Ini harus dibeli.
- Yang ini juga sepuluh bungkus.

Baik.

Kau makan.

Suka makan rasa teh hijau.

Sebelah sini.

- Jalan sampai sini agak terlalu awal.
- Ya, apalagi di depan juga mirip.

- Yang benar?
- Ini bisa, 'kan?

Di sini saja. Tempat kita
berterima kasih kepada Sheng.

- Bagaimana. Apa boleh?
- Kalau begitu, aku jadi tidak enak.

Kau jangan sungkan padanya. Dia cuma
cari alasan untuk pergi minum alkohol.

- Aku masuk dan lihat tempat dulu.
- Baik.

- Kalian minum alkohol, aku minuman biasa.
- Apa kau bisa minum alkohol?

- Bisa cicipi sedikit.
- Jangan banyak-banyak. Ayo.

- Taruh di sini saja.
- Mari.

Ambilkan minuman untukku.

Ayo.

- Halo, minta menu.
- Tunggu sebentar.

- Sheng, biasanya kau minum alkohol?
- Aku lihat.

Aku sangat berterima kasih padamu.
Ada kau, aku baru bisa membereskan dia.

Kau tidak mirip pacaran dengan Sheng.
Lebih mirip teman, saling menghormati.

Apakah baru mulai jadi tidak enak?

Mau minum apa?

Baik.

Halo, mau lima gelas ini.

Aku sama.

(Jalan Yitian Barat)

- Mari.
- Studio Sempurna makin baik.

Kau minum pelan sedikit.

Tadi dia bilang tidak minum alkohol.
Sekarang jadi begini.

- Bagaimana kalau bawa dia pergi...
- Baik. Aku bawa dia muntahkan dulu.

Fei Shao, ayo naik panggung.

- Nyanyi lagu yang mana?
- Kuda Putih dan Bunga Alang-Alang.

Kak, aku bawa kau latihan.

- Apa kau bisa sendiri?
- Bisa, tidak masalah.

- Ayo, pelan-pelan.
- Hati-hati.

Ayo, pegang aku. Kita pergi.

Ini rasa hawthorn.

Aku baru sadar kau cukup kuat minum.

Meski aku mabuk, mereka tidak tahu.

- Sekarang kau mabuk?
- Sekarang masih belum.

Kalau mabuk, aku akan banyak bicara.

Bicara lugas, tetapi orang tidak tahu.
Apalagi aku akan bicara semauku.

Jadi sekarang kau mau bilang apa?

Hari itu

saat lihat pertunjukan,

kau ingin menciumku, ya?

Bagaimana menurutmu?

Menurutku,

kau ingin.

Sesuai pemikiranmu saja.

Aku tanya kau, kau harus jawab.

Memang rasa hawthorn, bisa tercium.

Sekarang

tidak bisa.

Di depan umum memang tidak bisa.

- Apa dia baik-baik saja?
- Tidak apa-apa, dia sudah muntah.

- Kau gendong Fei Shao, aku yang bayar.
- Tidak bisa. Bukankah aku yang bayar?

Pacarku dan aku pertama kali minum alkohol
mana boleh kau yang bayar? Lain kali saja.

Baiklah. Kau selalu punya alasan.

Mari, berdiri yang benar.

Bawa tas. Tunggu sebentar. Baik.

- Ayo pergi. Bawa barangnya.
- Ayo. Ini.

- Kami jalan keluar pelan-pelan.
- Baik.

- Kalian cepat menyusul.
- Baik.

Masih mau minum lagi?

- Masih mau minum lagi?
- Tidak.

Bukankah mau tunggu Wang Ke kembali?
Kita pergi setelah mereka kembali.

Betul.

(Kalian pulang dulu naik taksi,
aku mau tunggu sebentar lagi.)

Baik. Tidak apa-apa. Kami pulang dulu.

Kemampuan minummu begitu payah,
tetapi masih sok.

- Di sini tidak ada taksi, ini jalan pejalan kaki.
- Aku bernyanyi untukmu.

Jangan. Gendong kau sudah memalukan.
Jangan bernyanyi, kumohon.

Salju di mangkuk perak, bulan sembunyi
burung bangau, kuda putih, bunga alang-alang.

Boleh nyanyi tetapi peluk yang erat.
Nanti kau jatuh.

Delapan belas nada Hu Jia
bagi prajurit perang.

- Wang Ke dan Fei Shao belum kembali?
- Mereka sudah pulang.

Sudah pulang?

- Kau sudah sadar?
- Aku tidak mabuk.

- Rasa hawthorn tadi enak. Kau sudah minum?
- Sudah.

Kenapa Wang Ke dan Fei Shao pergi dulu?
Jadi siapa yang bawa permen kita?

- Tenanglah. Hati-hati.
- Bagaimana permen...

Tidak apa-apa, 'kan?

Salah.

Seharusnya begini.

Baik.

- Kita jalan ke sebelah sini.
- Baik.

- Aku mau tanya sesuatu padamu.
- Tanyakan.

Apa aku cantik?

Tidak bisa diragukan lagi.

Menurutku juga begitu.

Ambil.

- Nanfeng.
- Kartu bagus.

- Kartumu ini kacau balau.
- Tiga batang.

Pasangkan.

- Kau tidak boleh bicara.
- Kau lihat mereka berdua.

- Tidak bisa main tetapi bisa bantu.
- Kau main sendiri.

- Siapa itu?
- Buka pintu.

Siapa?

- Buka pintu.
- Cepat sedikit, pasangkan atau tidak?

- Tolong pegang ini.
- Siapa?

- Ada apa ini?
- Siapa yang dipukul?

- Pukul apa? Dia mabuk. Bantu aku, cepat.
- Minum berapa banyak?

Cepat.

- Masuk ke dalam kamar.
- Jangan masuk kamar.

- Nanti dia muntah di seprai. Sofa saja.
- Sofa.

- Kenapa pelit sekali?
- Pelan sedikit.

Tunggu. Kepala.

- Kamar pasangan yang bagus jadi begini.
- Dia jatuh.

- Minum berapa banyak?
- Tidak banyak.

- Mana Pak Mo? Bukankah sama kalian?
- Mereka berdua pergi ke tempat lain.

- Ke tempat lain?
- Menikmati pemandangan malam.

- Kalian bagikan produk khas untuk semua.
- Menikmati pemandangan malam.

- Sisakan untuk Xiaoxing dan Sheng.
- Aku juga dapat?

Menantu asrama kalian yang beli.

- Pak Qiang baik sekali.
- Guru memang beda, EQ-nya tinggi.

- Aku lihat.
- Jangan lihat lagi.

- Ayo, lanjut main.
- Ayo, tadi sampai di siapa?

- Tiga mau tidak?
- Bukan, kau mau pasang atau tidak?

- Pasangkan.
- Kau harus balik.

Sejak kecil aku main piano
sehari empat jam.

Aku menangis, marah, kabur dari rumah,
tetapi orang tuaku tidak mau kompromi.

Lalu, saat tidak senang, aku bisa asal
memainkan dan menulis satu lagu.

Aku berterima kasih dari lubuk hatiku
kepada ayah dan ibu.

- Pelan sedikit.
- Kau pikirkan.

Jika tidak belajar piano, tidak buat lagu,
tidak bisa jadi Shengshengman hari ini.

Jika aku bukan Shengshengman, tidak akan
bergabung dengan klub di dunia maya.

- Apalagi buat ruang obrolan suara sendiri.
- Hati-hati.

Tidak mengobrol dengan Xiaoxing di ruang
obrolan suara di bus pagi itu, kemudian

bertemu denganmu.

- Pokoknya berterima kasih kepada orang tua.
- Betul.

Kenapa hari itu kau bisa muncul
di ruang obrolan suaraku?

Ingin tahu?

Awalnya aku juga ingin tahu.

Ingin tahu kenapa hari itu aku tiba-tiba
luang beberapa menit lalu online.

Ingin tahu kenapa

bisa begitu kebetulan

masuk ke ruang obrolan suaramu.

Kau tidak suka?

Insiden yang menyenangkan.

Betul.

Kenapa?

Sudah ditakdirkan.

- Kawan, di sini.
- Aku datang.

- Teh panas dan selimut yang kau mau sudah siap.
- Baik, terima kasih.

- Untuk apa menyiapkan ini?
- Pelayaran malam di Sungai Li.

- Kita harus naik pesawat pagi besok.
- Aku tahu.

Tenang saja.
Ada aku, tidak akan terlambat.

Apa kau lupa siapa
yang membangunkanmu hari itu?

Ayo.

Hati-hati.

Baik, pelan sedikit.

Mari, pakai pelampung.

Duduklah.

- Pak, kami sudah siap.
- Baik, berangkat.

- Bukankah ada mesinnya?
- Kawan ini bilang

malam hari terlalu bising, dia tanya
apa ada cara lain untuk mendayung rakit.

Saat belum ada mesin penggerak,
kami pakai cara ini untuk mendayung.

- Sudah menyusahkan Anda.
- Duduk yang benar.

- Menang.
- Lagi-lagi cocok.

- Apa ini. Kenapa kau cocok terus?
- Aku beruntung.

Sejak kau di sampingku,
aku menang terus.

Coba lihat kau.

Lihat apa? Dia bilang aku beruntung,
aku juga tidak main curang.

- Kau memang masih punya keberuntungan.
- Betul. Berbisnis mementingkan fengsui.

Perusahaan ini jadi makin besar
pasti karena bintang keberuntungan.

Aku tidak suka caramu bicara. Aku juga
berbisnis, kenapa aku tidak bisa cocok?

Ini namanya kekuatan besar
ingin menekan kekuatan lokal.

- Apa ada air?
- Tidak, airnya mati.

- Logisitik studio kalian makin payah.
- Dia minum sampai begitu.

- Ayo cepat.
- Sudah lupa kita ada di Yangshuo.

- Ayo, lanjut.
- Aku ambilkan sebotol.

Di sini nyaman sekali.

Sangat tenang.

Air di sini dangkal dan aman.
Kalian nikmati saja. Aku tidak ganggu.

Kalau Anda mengantuk, tidur saja.

Sudah menyusahkan Anda.

Teh, arak, dan kue osmanthus beberapa
hari ini membuatku penuh aroma harum.

♪Terdengar suara
yang membasahi plum hijau♪

♪Terdengar suara
yang membuat langit cerah berkerut♪

♪Mengibaskan hujan musim semi
yang tidak terlihat♪

♪Saat dunia sedang sedikit mabuk
dan malu-malu♪

♪Berbicang dan tertawa
seolah-olah sudah bergandengan tangan♪

♪Terdiam seolah-olah
matahari terbenam di belakangmu♪

♪Momen itu masih tidak stabil♪

♪Ketika mata bertatapan,
semua melebur ke dalam ketiadaan♪

♪Kau bagaikan sungai
yang mengalir melewati di hatiku♪

♪Terus mengumandangkan kelembutan
yang bagaikan bulan cerah♪

♪Melihat kembali rumor yang beredar♪

♪Saling berpelukan
dalam arus antisipasi♪

♪Setiap suara mengatakan selamanya
kepada hidup ini♪

♪Kau seperti berkali-kali terhenti
dalam mimpi♪

♪Melihatmu akan membangkitkan
debaran kencang di hatiku♪

♪Burung terbang melewati
musim semi dan musim gugur lagi♪

♪Meskipun dunia hiruk pikuk,
segala sesuatu tetap tidak berubah♪

♪Memberikan kita kebebasan♪

♪Kita menyuling satu sama lain
menjadi anggur♪

♪Sedang mabuk, merasakan saat mabuk♪

♪Suaramu memenuhi hatiku♪

♪Memenuhi seumur hidup ini tanpa akhir♪